Pimpinan Ponpes Ahlus Shidqi war Rahmah (ASR) Dialog Luar Studio bersama RRI Makassar



TAENG – Direktur Pondok Pesantren Ahlus Shidqi war Rahmah (ASR), Dr. Hj. Aisyah Arsyad, S. Ag., M. A, bersama Wakil Direktur Mayor CAJ Mirwan Embas, S Ag., M. Si, menjadi narasumber dalam dialog bersama RRI Makassar dalam program yang bertajuk Dialog Luar Studio dengan tema “Pesantren Sebagai Ruang terbuka Melawan Prasangka dan Diskriminasi” pada 16 Mei 2024 bertempat di halaman Ponpes ASR yang berada di Desa Taeng, Kab, Gowa.

Dialog yang disiarkan secara live radio RRI Makassar pada frekuensi 94.4 Fm dan kanal YouTube rrimakassar tersebut membincangkan seputar dunia pesantren serta tantangannya pada zaman sekarang.

Fitriyani Rachman selaku host pada acara tersebut memulai dengan mengajukan pertanyaan seputar nama pesantren milik Yayasan Asmar Abadi Fondation tersebut, dan dijawab oleh Direktur Ponpes bahwa penamaan Ahlus Shidqi war Rahmah (ASR) terinspirasi oleh pendiri pesantren tersebut yaitu Mayjen TNI (Purn) Andi Sumangerukka, S. E yang juga akrab disapa ASR yang memiliki karakter jujur (shidq) dan penuh kasih sayang (rahmah).

Sejalan dengan hal tersebut, maka pengelolaan pesantren ASR mengedepankan prinsip ramah anak yang menjunjung tinggi karakter kejujuran dan kasih sayang.  Dr. Hj. Aisyah Arsyad, M. A selaku Direktur Ponpes ASR, mengatakan bahwa sistem pengelolaan pesantren ramah anak harus berangkat dari penguatan sistem mulai dari pimpinan tertinggi sampai ke bawah sehingga terjadi kesamaan persepsi tentang pengelolaan sekolah/pesantren tentang konsep ramah anak.

“Untuk menyamakan perspepsi  dalam hal membina santri, maka kami akan melakukan training kepada guru dan staf dengan mengundang para ahli baik dalam bidang kepesantrenan, pendidikan, dan psikologi terutama terkait penerapan disiplin positif sehingga hukuman fisik sebisa mungkin ditiadakan untuk menghilangkan citra kekerasan pada pesantren” (16/05/2024) demikian tutur Direktur Ponpes ASR yang juga merupakan Trainer pada Kerjasama antara PSGA UIN Alauddin Makassar dan UNICEF terkait program menuju pesantren ramah anak tersebut.

Terkait prasangka negatif terhadap pesantren yang belakangan muncul disebabkan kasus-kasus kekerasan bahkan isu terorisme, maka Mayor Caj Mirwan Embas, M. Si mengatakan bahwa pada dasarnya citra kekerasan dalam pesantren termasuk agama secara umum merupakan framming kepada agama dan pesantren padahal  oknum-oknum yang melakukan tindakan-tindakan tersebut tidak bisa dikatakan sebagai representasi dari ajaran agama tertentu.

“Sebagai contoh misalnya kasus terorisme yang terjadi di dunia tidak hanya pada agama Islam, tetapi juga merupakan framming terhadap agama lainnya, padahal agama-agama khususnya Agama Islam, pada dasarnya memiliki nilai kemanusiaan yang sangat penuh kelembutan. Nilai kelembutan inilah yang kemudian kami kedepankan di pesantren ASR ini” (16/05/2024) demikian penjelasan Wakil Direktur Ponpes ASR yang juga Ketua Lembaga Dakwah Kodam XIV Hasanuddin.

Pada kesempatan tersebut juga terdapat dialog interaktif dengan pendengar setia RRI Makassar dari Kab. Maros yang menanyakan terkait kasus kekerasan fisik serta cara melepaskan citra negatif terhadap pesantren. Dr. Hj. Aisyah Arsyad menjawab bahwa problem awal dari kasus bulliying adalah karena santri tidak berani untuk mengutarakan apa yang ia rasakan sehingga membuka peluang bagi orang lain untuk memperlakukan secara tidak adil.

“Problem utama dari kasus Bulliying adalah karena anak tidak berani untuk speak up, sehingga dalam menghadapi hal tersebut, guru dan tenaga kependidikan di pesantren ASR akan diberikan bekal agar anak dapat menjadi Pelopor dan Pelapor, sehingga nanti akan ditumbuhkembangkan kebiasaan ketika merasakan perasaan yang tidak nyaman, maka anak tersebut harus berani untuk menyampaikan kepada pembina di pesantren. Selain itu, pemasangan CCTV di beberapa titik strategis juga dilakukan untuk memudahkan kontrol terhadap kehidupan pesantren.” (16/05/2024) kata Dr. Hj. Aisyah Arsyad, M. A.

Selain itu, citra negatif dari pesantren dalam hal kekerasan dan tetorisme juga berangkat dari pemahaman agama yang tidak memadai karena hanya mengambil ayat dan hadis pilihan untuk kepentingan tertentu.

”Kami menawarkan sebuah metode tahfiz tematik sebagai salah satu program unggulan sehingga santri tidak hanya sekedar menghapal ayat-ayat Al-Qur’an, tetapi paling tidak santri juga akan memahami tema pokok yang terkandung di dalam Al-Qur’an, mereka membaca ayat, menghapal, serta mengerti maksud ayat yang sedang dibaca sehingga dapat diamalkan secara lebih baik” jelas Direktur Ponpes tersebut terkait salah satu program unggulan Ponpes ASR.

Isu lainnya adalah terkait anggapan beberapa orang bahwa pesantren hanya untuk kelas ekonomi tertentu sehingga menurut anggapan tersebut terdapat kesan diskriminatif oleh pesantren-pesantren. Mayor Caj Mirwan Embas menjelaskan bahwa pesantren ASR akan menyediakan beasiswa bagi santri yang berprestasi tetapi memiliki keterbatasan dari segi ekonomi.

“Prinsip pengelolaan pesantren yang tidak berbasis cuci otak yang ekslusif melainkan secara terbuka melibatkan masyarakat sehingga bagi yang memiliki keterbatasan ekonomi akan difasilitas program tertentu meskipun masih terbatas karena kami masih dalam tahap awal”(16/05/2024)

Penulis: Sigit

Editor: Icha